Thursday, 3 October 2013

MEMPELAJARI DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH



Sebenarnya saya tidak memiliki minat tinggi untuk membaca buku-buku politik. Tetapi buku kumpulan tulisan tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari beberapa pakar ini cukup menarik untuk dibaca. Beberapa hal penting yang terbaca saya kutip disini.   


Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi di Indonesia tahun 1999 adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan dapat fokus konsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.
Di lain pihak, pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam proses pemberdayaan daerahnya masing-masing. Dengan demikian pemerintah daerah mampu berprakarsa dan kreatif dalam mengatasi berbagai masalah daerahnya. Dengan kata lain pemerintah dan masyarakat daerah dipersilahkan mengurusi rumah tangganya sendiri secara bertanggungjawab. Oleh sebab itu dalam otonami daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah (hal. 8-9).
Secara fungsional kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dimaksudkan pada upaya pemaksimalan pelaksanaan fungsi pemerintahan (pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan) agar dapat dilakukan secepat, sedekat, dan setepat mungkin dengan kebutuhan masyarakat (hal. 41-42).
Dalam tataran praksis desentralisasi dan otonomi daerah, terdapat satu agenda penting yang harus didiskusikan. Yakni manajemen hubungan antara pusat dan daerah. Hal utama yang sering menjadi dasar konflik. Sebenarnya keberhasilan mengelola konflik antara pusat dan daerah tergantung pada kapasitas sebuah negara bangsa dalam melakukan hal-hal berikut.
1.    Pengembangan demokrasi nasional dan lokal, dan sejauh mana demokrasi lokal bisa diintegrasikan dalam prosedur demokrasi nasional.
2.    Pembangunan demokrasi nasional berdasarkan demokrasi lokal. Dimana nantinya akan tercipta eksistensi masyarakat lokal secara politik, ekonomi, dan kultural dalam masyarakat politik nasional.
3.    Distribusi manajemen pemerintahan dalam sumberdaya ekonomi, politik dan ekonomi lintas lokal sehingga tetap relefan untuk mendukung negara-bangsa (hal. 27-28).
Dengan adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan dapat menghasilkan pemerintahan lokal yang dapat membangun good governance. Dimana ciri good governance menurut Thompson terbagi dalam dua ciri besar yaitu secara struktural dan tataran nilai. Ciri secara struktural bergantung pada struktur yang menghindari kompleksitas jaringan kerja dan terwujudnya prinsip organisasi modern. Sedangkan secara tataran nilai berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. Namun ciri-ciri tersebut tidak bisa diwujudkan tanpa ditunjang prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penyalahgunaan kekuasaan (hal. 47).
Berlainan dengan Thompson, UNDP (hal. 57) mengajukan sembilan karakteristik good governance antara lain:
1.    Participation
2.    Rule of law
3.    Transparancy
4.    Responsiveness
5.    Consensus orientation
6.    Equity
7.    Effectiveness and efficiency
8.    Accountability
9.    Strategic vision
Pada akhirnya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bukanlah tujuan melainkan alat dalam rangka terwujudnya cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang berorientasi pada kepentingan rakyat akan tercapai bila pemerintah pusat dan daerah dapat meminimalkan konflik dan menjamin cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat (hal. 77).




Sumber pustaka
Haris, Syamsudin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungannya