Sebenarnya saya
tidak memiliki minat tinggi untuk membaca buku-buku politik. Tetapi buku
kumpulan tulisan tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari beberapa pakar ini
cukup menarik untuk dibaca. Beberapa hal penting yang terbaca saya kutip
disini.
Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi di Indonesia tahun 1999 adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan dapat fokus konsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.
Di lain pihak,
pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam proses pemberdayaan daerahnya
masing-masing. Dengan demikian pemerintah daerah mampu berprakarsa dan kreatif
dalam mengatasi berbagai masalah daerahnya. Dengan kata lain pemerintah dan
masyarakat daerah dipersilahkan mengurusi rumah tangganya sendiri secara
bertanggungjawab. Oleh sebab itu dalam otonami daerah diperlukan kombinasi yang
efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah
pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah (hal.
8-9).
Secara fungsional
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dimaksudkan pada upaya
pemaksimalan pelaksanaan fungsi pemerintahan (pelayanan, pengaturan, dan
pemberdayaan) agar dapat dilakukan secepat, sedekat, dan setepat mungkin dengan
kebutuhan masyarakat (hal. 41-42).
Dalam tataran
praksis desentralisasi dan otonomi daerah, terdapat satu agenda penting yang
harus didiskusikan. Yakni manajemen hubungan antara pusat dan daerah. Hal utama
yang sering menjadi dasar konflik. Sebenarnya keberhasilan mengelola konflik antara
pusat dan daerah tergantung pada kapasitas sebuah negara bangsa dalam melakukan
hal-hal berikut.
1. Pengembangan
demokrasi nasional dan lokal, dan sejauh mana demokrasi lokal bisa
diintegrasikan dalam prosedur demokrasi nasional.
2. Pembangunan
demokrasi nasional berdasarkan demokrasi lokal. Dimana nantinya akan tercipta
eksistensi masyarakat lokal secara politik, ekonomi, dan kultural dalam
masyarakat politik nasional.
3. Distribusi
manajemen pemerintahan dalam sumberdaya ekonomi, politik dan ekonomi lintas
lokal sehingga tetap relefan untuk mendukung negara-bangsa (hal. 27-28).
Dengan adanya kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan dapat menghasilkan pemerintahan
lokal yang dapat membangun good
governance. Dimana ciri good
governance menurut Thompson terbagi dalam dua ciri besar yaitu secara
struktural dan tataran nilai. Ciri secara struktural bergantung pada struktur
yang menghindari kompleksitas jaringan kerja dan terwujudnya prinsip organisasi
modern. Sedangkan secara tataran nilai berhubungan dengan efisiensi dan
efektivitas. Namun ciri-ciri tersebut tidak bisa diwujudkan tanpa ditunjang
prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penyalahgunaan kekuasaan (hal. 47).
Berlainan dengan
Thompson, UNDP (hal. 57) mengajukan sembilan karakteristik good governance antara lain:
1. Participation
2. Rule of law
3. Transparancy
4. Responsiveness
5. Consensus orientation
6. Equity
7. Effectiveness and efficiency
8. Accountability
9. Strategic vision
Pada akhirnya kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah bukanlah tujuan melainkan alat dalam rangka
terwujudnya cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah yang berorientasi pada kepentingan rakyat akan tercapai bila
pemerintah pusat dan daerah dapat meminimalkan konflik dan menjamin cita-cita
keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat (hal. 77).
Sumber pustaka
Haris, Syamsudin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
Jakarta: LIPI
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungannya