Identitas Buku
Judul : 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
Penulis :
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit :
Mei, 2013 (Cetakan kedua belas)
ISBN :
978-979-22-7274-1
Tebal :
412 hlm
Mengenal identitas itu penting. Agar bisa
memahami, menghargai, dan mencintainya. Begitu pula dengan identitas agama
kita. Tidak hanya perlu mengenal kewajiban, kepercayaan atau pun pelaksanaannya.
Melainkan juga dengan sejarahnya, sebab mengenal
sejarah adalah bagian dari identitas. Tapi sayang selama ini di
sekolah-sekolah pelajaran sejarah hanya menjadi sekedar transfer pengetahuan
tentang apa, kapan, dan siapa. Bukan bagaimana dan mengapa. Maka jadilah
pelajaran sejarah terkesan hanya mampir sejenak di dalam otak. Tanpa pernah
merasa mengenalnya sebagai identitas.
Hanum dan Rangga membuat titik balik tentang
pelajaran sejarah. Khususnya sejarah Islam abad pertengahan di Eropa. Melalui
novel 99 Cahaya di Langit Eropa, Hanum dan Rangga bercerita bagaimana dan
mengapa sejarah Islam di Eropa perlu untuk diketahui. Dengan mengambil alur
kisah perjalanan Hanum dan Rangga, kita disuguhi kebudayaan, keilmuwan, hingga kesan
keserakahan yang melekat pada sejarah Islam di Eropa dalam konteks masa kini.
Tidak semua sejarah dalam Islam memiliki nilai
baik, beberapa sejarah justru menampakkan keburukan dari para pemuka muslim yang
tidak ingin kita kenang. Seperti tokoh panglima perang dinasti Turki, Kara Mustafa
Pasha yang dikenal masyarakat Wina sebagai penjahat. Namun sebagaimana pesan
Hanum dan Rangga melalui tokoh Fatma bahwa manusia dan peradaban itu dapat berubah
dengan mudah. Kita hanya harus mensyukuri apa yang telah menjadi sejarah. Kini sebagai
muslim di masa depan, satu-satunya kewajiban kita adalah menjadi agen muslim yang
baik (halaman 359). Kekuatan pesan untuk menjadi agen muslim yang baik
kemudian kembali dipertegas Hanum dan Rangga dalam perkataan Fatma selanjutnya,
“..aku ingin anak-anak muslim tahu bahwa dalam setiap waktu, dalam masa
depan mereka, mereka akan menemui orang-orang yang berbeda dalam hal
kepercayaan, bahasa, dan bangsa. Aku ingin mengajarkan pada mereka bahwa
perbedaan terjadi bukan karena Tuhan tidak bisa menjadikan kita tercipta sama. Menciptakan
manusia homogen itu bukan perkara sulit untukNya. Itu semua terjadi justru
karena Tuhan Maha Tahu, jika kita semua sama, tidak ada lagi keindahan hidup
bagi manusia. Jadi nikmatilah perbedaan itu” – halaman 368.
Kelihaian Hanum dan Rangga dalam mengolah pesan
dalam novel sangat baik. Melalui perbincangan tokoh-tokohnya, pesan-pesan itu
tersampaikan tanpa terkesan menggurui. Sehingga dapat menggugah kesadaran
pembaca tanpa harus melakukan pemaksaan argumen.
Perjalanan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa diakhiri
dengan perjalanan Hanum menunaikan ibadah haji. Memutari Kakbah. Tempat yang
disebut Hanum sebagai titik nol dalam pencarian keberadaan manusia. Bangunan sederhana
namun paling sempurna. Dengan bentuk kubus dan warna hitam sebagai induk dari
segala warna. Serta memandang dari kejauhan titik awal tempat semuanya berasal.
Jabal Nur, awal diturunkannya Al-Qur’an, awal kelahiran Islam (halaman 392).
Sebuah penutup yang mungkin tidak berada dalam
kategori happy ending atau sad ending. Melainkan realize ending. Membuat pembaca harus kembali
ke titik Nadhir. Bahwa sejatinya sebagai manusia kita tidak boleh melupakan titik awal sejarah, dimana perjalanan dari sebuah identitas bermula.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungannya