Monday 14 October 2013

MENCINTAI INDONESIA APA ADANYA BY AHMAD YUNUS



Identitas Buku
Judul               : Meraba Indonesia: Ekspedisi “Gila” Keliling Nusantara
Penulis             : Ahmad Yunus
Penerbit           : PT Serambi Ilmu Semesta
Terbit               : Juli, 2011
ISBN               : 978-979-024-285-2
Tebal               : 371 hlm



Cinta tanah air lahir dari kepedulian, penerimaan, dan kesadaran memberikan derma kasih sayang sepanjang hayat. Untuk sebuah harapan. Kebahagiaan, keadilan, kemakmuran, dan kedamaian. Bukan hanya representatif rasa yang memuncak pada momen-momen tertentu. Seperti hari kemerdekaan, prestasi olahraga, atau konflik dengan negara tetangga.

Cinta akan terasa lebih dalam melalui pendekatan filosofis. Dimana rasa cinta tidak hanya berakhir pada sebuah rasa. Melainkan memancar hingga pada tindakan dalam lingkup upaya, daya, dan perjuangan untuk negeri yang dicintai.   
Rasa cinta tanah air pula yang kemudian membuat Ahmad Yunus dan rekannya, Farid Gaban memulai perjalanan nusantara. Dalam upaya mengenal, merekam, mengagumi, dan menyelami Indonesia. Sang ibu pertiwi. Dalam kodratnya sebagai anak bangsa.
Sebab selama ini sang ibu pertiwi lebih sering lahir dalam kesaksian pejabat di pengadilan tipikor, atau drama melankolis yang penuh konflik di gedung dewan rakyat. Padahal Indonesia bukan hanya di pengadilan atau gedung dewan rakyat. Melainkan di sepanjang daerah seluas 4.000 mil dari timur ke barat dan sekitar 1.300 mil dari utara ke selatan. Itulah wajah Indonesia.   
Khayalan tentang wajah Indonesia membuat Yunus nekat berpetualang. Dengan bekal sepeda motor Honda Win 100, Yunus dan rekannya Farid menyematkan asa untuk mengetahui dan melihat Indonesia yang sebenarnya dari dekat. Sebagaimana kata-kata Soe Hok Gie yang membuka kisah dalam buku ini.
Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat ...” – hal 7.   
Buku yang berjudul Meraba Indonesia: Ekspedisi “Gila” Keliling Nusantara merupakan buah cinta perjalanan Yunus dan Farid selama hampir setahun mengelilingi Indonesia. Dengan tema perjalanan ekspedisi zamrud khatulistiwa.
Yunus memulai embrio cinta sejatinya kepada Indonesia melalui orang-orang biasa yang memiliki kisah luar biasa. Sebab bagi Yunus, kisah sederhana dari orang biasa adalah kehidupan sejati dari sang ibu pertiwi.
Saya merasa cerita hebat selalu berawal dari sebuah cerita sederhana. Maka dari itu, saya  memulainya dengan bertemu orang biasa. Berbicara, melakukan wawancara, menulis dan hidup bersama mereka. Dari perjalanan ini saya masih menemukan harapan. Merekalah harapan itu. Orang-orang kecil itu. Dan, inilah sejatinya Indonesia!” – hal 26.
Memulai perjalanan dari brand ibukota Jakarta, Tugu Monumen Nasional (Monas). Yunus dan Farid menarik gas sepeda motor menuju Sumatra. Hingga mencapai kilometer nol. Tapal batas terluar bagian barat Indonesia.
Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan melintasi perairan Riau. Menyusuri garis khatulistiwa. Membuka mata pada rekaman kehidupan di etalase perbatasan Indonesia-Malaysia. Pulau Sebatik.  
Meninggalkan bumi Borneo, Yunus dan Farid menuju daerah bagian Indonesia timur. Menikmati gemuruh di tepi Pasifik. Menyelami keelokan dunia bawah laut, kegagahan Pinisi, dan pembangunan tak berkelanjutan di pulau batas terluar bagian utara Indonesia. Pulau Miangas.
Gedung logistik beras, tangki bahan bakar minyak, puskesmas hingga rencana bandara dibangun. Namun pembangunan yang terjadi tak berjangka panjang. Akibatnya tak berkelanjutan. Sekarang, rata-rata bangunan ini terlantar. Atapnya retak. Kaca-kaca jendela pecah. Rumput tumbuh liar di halaman. Tak ada petugas yang bekerja di bangunan itu” – hal 269-270. 
Tanpa terlalu panjang membayangkan makna nasionalisme di Miangas, Yunus dan Farid bergegas menikmati sejarah kolonialisme ala pala dan  mutiara hitam dari timur. Keindahan dan kekayaan alam Indonesia kembali menyeruak di pulau kepala burung ini. dari ikan-ikan karang yang berenang bebas hingga burung-burung khas yang asyik berteriak dan meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya.
Setelah menapakkan kaki di ujung timur perbatasan Indonesia-PNG, perjalanan berlanjut pada pulau Flores. Tak lupa menjenguk rumah pengasingan bung Karno seraya menikmati senandung bisu 1965 di Maumere.
Flores kemudian menjadi persinggahan terakhir perjalanan Yunus dan Farid. Sebelum bertolak kembali ke Jawa. Menelusuri gugusan Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, hingga akhirnya menginjakkan kaki di pelabuhan Ketapang. Ujung timur pulau Jawa.
Membaca kisah dalam Meraba Indonesia seperti menyimak dongeng nyata. Bahasa sederhana dengan bumbu-bumbu sejarah diracik ala jurnalis. Disertai dokumentasi gambar yang mengesankan. Semakin menonjolkan keakraban antara pembaca dan penulis.
Buku Meraba Indonesia adalah rekaman wajah ibu pertiwi yang silih berganti rupa. Antara senang dan sedih, marah dan terharu, benci dan bangga.  Rupa-rupa wajah yang memberikan kita kesempatan untuk mencintai Indonesia apa adanya. Mencintai Indonesia dengan segenap perjuangan jiwa dan raga. Hidup Indonesia!  

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungannya